Salah
satu hal yang bisa membuat semangat saya kembali bangkit adalah ketika saya
mendengar cerita orang-orang terdahulu, tentang bagaimana mereka berdakwah,
kondisi mereka saat itu. Dan alhamdulillah allah masih memberikan kesempatanuntuk
menjadi saksi mendengarkan kisah2
mereka.
Sekitaran
tahun 2000-an di kampus ekonomi UNP, ada salah seorang akhwat yang benar2 “jelmaan”
kader sejati. Kader sejati? Ya, kader sejati yang menjadi panutan bagi lingkungan, kader
yang memberikan ruh pada sekitar namun tak membuatnya menjadi lilin, malah ia
semakin bersinar layaknya matahari, tak pernah lelah.
Ia
seorang akhwat yang di amanahi sebagai pengurus forum, pengurus MPM, dan satu
lagi ana lupa, yang intinya beliau mempunyai tiga amanah kala itu. Itu amanah
organisasi di luar. Di dalam, beliau adalah salah seorang pengurus wisma,
beliau adalah seorang murobbi yang memegang tiga kelompok, beliau adalah
seorang penghuni wisma, beliau adalah seorang mahasiswa dan juga seorang anak.
Aktifitas
beliau, di mulai dari pukul 1 dini hari, tahajud, tilawah, hafalan, belajar, semuanya dimulai pada pukul 1 dan beliau tidak
tidur hingga subuh datang dan segera “merapatkan” diri pada pukul 6. Pulangnya pukul
8 malam, setelah beraktifitas seharian, sampai di wisma tak segan meluangkan
waktu untuk mendengarkan keluhan akhwat yang mau bercerita. Tidur pukul 10
malam dan kembali bangun pukul 1. Prestasi?? Jangan di tanya, beliau mampu wisuda
4 tahun dengan prediket cumlaude. Kata sumber
cerita beliau adalah model dari muwasofat kader yang hari ini sangat sulit
untuk ditemukan, malah saya bertanya, adakah yang seperti ini saat ini?
Hari
ini kita sering berkilah tidak punya waktu yang cukup untuk dakwah, kuliah dan
organisasi. Tugas yang banyak, rapat yang hampir setiap hari, belum lagi agenda
wisma berikut tugas harian “ pribadi “ kita. Sehingga menyebabkan, (kadang)
ada salah satunya yang terkorbankan. Namun ternyata sejarah pernah membuktikan
bahwa pernah hidup anak manusia dengan seabrek kegiatannya namun masih bisa
memprioritaskan kuliah dan dakwah.
Nah,
kenapa beliau bisa sedangkan kita tidak? Menurut saya ada 2 faktor utama,
kedekatan dengan Allah dan faktor rajin. Kedekatan beliau dengan Allah dengan
amalan tahajud, hafalan, puasa dan ibadah sunat lainnya membuat beliau di jaga
oleh Allah dari hal-hal yang tidak bermanfaat, faktor kedua adalah beliau
rajin. Ketika beliau memang berkomitmen tamat 4 tahun, ternyata beliau memang
bisa, itu semua tidak lain karena rajin dan tekunnya beliau. Orang-orang malas
seperti kita ini manabisa seperti itu. Ya kelemahan kita adalah tidak seriusnya
kita beribadah pada Allah sehingga ibadah jadi asal-asalan, kualitas dan
kuntitas yang cetek, ditambah lagi faktor malas yang luar biasa menjadi teman
kita. Pantaslah jika keadaan dakwah kita seperti ini pada hari ini.
Kuncinya
ada pada kita. Berubah untuk menjadi lebih baik dengat niat hanya untuk Allah,
ya hanya semata-mata karena Allah. Karena jika kita hanya bekerja untuk Allah
maka Allah akan mudahkan segala urusan kita. Mari berubah dan bertransformasi
menjadi model muslimah yang sejati.
*Nasehat
untuk diri sendiri, kalau tidak di catat maka ia akan lupa.
suka.suka... :D
BalasHapusthank you...:)
HapusMasyaAllah...mantaap...
BalasHapusrasanya kak juga pernah dengar ie...
:)
iya kak, mendengar cerita2 zaman 'dahulu kala' memberikan inspirasi yang berbeda..:)
Hapus