10.21.2012

Adakah?


Salah satu hal yang bisa membuat semangat saya kembali bangkit adalah ketika saya mendengar cerita orang-orang terdahulu, tentang bagaimana mereka berdakwah, kondisi mereka saat itu. Dan alhamdulillah allah masih memberikan kesempatanuntuk menjadi saksi  mendengarkan kisah2 mereka. 

Sekitaran tahun 2000-an di kampus ekonomi UNP, ada salah seorang akhwat yang benar2 “jelmaan” kader sejati. Kader sejati? Ya, kader sejati  yang menjadi panutan bagi lingkungan, kader yang memberikan ruh pada sekitar namun tak membuatnya menjadi lilin, malah ia semakin bersinar layaknya matahari, tak pernah lelah.

Ia seorang akhwat yang di amanahi sebagai pengurus forum, pengurus MPM, dan satu lagi ana lupa, yang intinya beliau mempunyai tiga amanah kala itu. Itu amanah organisasi di luar. Di dalam, beliau adalah salah seorang pengurus wisma, beliau adalah seorang murobbi yang memegang tiga kelompok, beliau adalah seorang penghuni wisma, beliau adalah seorang mahasiswa dan juga seorang anak. 

Aktifitas beliau, di mulai dari pukul 1 dini hari, tahajud, tilawah, hafalan, belajar,  semuanya dimulai pada pukul 1 dan beliau tidak tidur hingga subuh datang dan segera “merapatkan” diri pada pukul 6. Pulangnya pukul 8 malam, setelah beraktifitas seharian, sampai di wisma tak segan meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan akhwat yang mau bercerita. Tidur pukul 10 malam dan kembali bangun pukul 1. Prestasi?? Jangan di tanya, beliau mampu wisuda 4 tahun dengan prediket cumlaude.  Kata sumber cerita beliau adalah model dari muwasofat kader yang hari ini sangat sulit untuk ditemukan, malah saya bertanya, adakah yang seperti ini saat ini?

Hari ini kita sering berkilah tidak punya waktu yang cukup untuk dakwah, kuliah dan organisasi. Tugas yang banyak, rapat yang hampir setiap hari, belum lagi agenda wisma berikut tugas harian “ pribadi “ kita. Sehingga menyebabkan, (kadang) ada salah satunya yang terkorbankan. Namun ternyata sejarah pernah membuktikan bahwa pernah hidup anak manusia dengan seabrek kegiatannya namun masih bisa memprioritaskan kuliah dan dakwah. 

Nah, kenapa beliau bisa sedangkan kita tidak? Menurut saya ada 2 faktor utama, kedekatan dengan Allah dan faktor rajin. Kedekatan beliau dengan Allah dengan amalan tahajud, hafalan, puasa dan ibadah sunat lainnya membuat beliau di jaga oleh Allah dari hal-hal yang tidak bermanfaat, faktor kedua adalah beliau rajin. Ketika beliau memang berkomitmen tamat 4 tahun, ternyata beliau memang bisa, itu semua tidak lain karena rajin dan tekunnya beliau. Orang-orang malas seperti kita ini manabisa seperti itu. Ya kelemahan kita adalah tidak seriusnya kita beribadah pada Allah sehingga ibadah jadi asal-asalan, kualitas dan kuntitas yang cetek, ditambah lagi faktor malas yang luar biasa menjadi teman kita. Pantaslah jika keadaan dakwah kita seperti ini pada hari ini. 

Kuncinya ada pada kita. Berubah untuk menjadi lebih baik dengat niat hanya untuk Allah, ya hanya semata-mata karena Allah. Karena jika kita hanya bekerja untuk Allah maka Allah akan mudahkan segala urusan kita. Mari berubah dan bertransformasi menjadi model muslimah yang sejati.

*Nasehat untuk diri sendiri, kalau tidak di catat maka ia akan lupa.

4 komentar:

  1. MasyaAllah...mantaap...
    rasanya kak juga pernah dengar ie...
    :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak, mendengar cerita2 zaman 'dahulu kala' memberikan inspirasi yang berbeda..:)

      Hapus